Kamis, 29 April 2010

Budaya Hidup Damai Ki Sunda Oleh: Sumadi





Budaya Hidup Damai Ki Sunda
      Oleh: Sumadi


Setiap masyarakat suku bangsa pada hakikatnya memiliki pandangan hidup yang tercermin dalam budayanya. Oleh karena itu budaya sebagai cerminan bagaimana suatu bangsa, masyarakat, atau suku tertentu mengalami dialektika dalam proses mengelola dan menjawab tantangan kehidupan. Sehingga budaya sifatnya dinamis. Clifford Geertz (1973) mengibaratkan budaya yang berasal kata culture (kultur, budaya) awalnya merujuk pada menyiapkan tanah untuk merawat tanaman dan hewan. Kata ini diinterpretasikan bahwa budaya selalu mengalami pertumbuhan dengan perawatan yang baik.
Budaya memiliki konsep dasar keharmonian sebuah komunitas atau masyarakat, sehingga budaya pada hakekatnya menjadi piranti keteraturan sebuah masyarakat yang menjauhkan diri dari konflik-konflik sosial. Ini yang membedakan budaya dengan kekuasaan. Kekuasaan cenderung berbuah konflik. Oleh karena itu para Nabi membangun masyarakat dengan sebuah budaya tidak dengan penekanan struktur kekuasaan, sehingga semua misi berdasarkan kedamaian semesta.
Dalam konteks kesundaan, masyarakat Sunda adalah masyarakat yang memiliki budaya hidup damai dan harmoni. Beberapa catatan buruk tentang konflik-konflik yang terjadi di negeri kita menunjukan bahwa realtif sangat sedikit konflik terjadi di Tatar Sunda. Budaya damai masyarakat Sunda tercermin dalam bagaimana individu atau masyarakat menentukan cara berkomunikasi yang saling menghargai dan menjaga berbagai keseimbangan.

Konteks Damai Ki Sunda
Untuk melihat budaya damai orang Sunda dapat dilihat pada pandangan hidup orang Sunda dalam kehidupan sehari-harinya, yang meliputi manusia Sunda sebagai manusia pribadi, anggota masyarakat, hubungannnya dengan alam, dan dengan Tuhan.
Untuk mengetahui konsep-konsep hubungan masyarakat Sunda tersebut dapat dilihat pada kegiatan-kegiatan budaya tulisan dan budaya lisan yang diciptakannya, antara lain, pada karya sastranya, baik berupa puisi maupun prosa. Kegiatan budaya tulisan yang berupa puisi Sunda berisi konsep-konsep dasar atau pandangan hidup orang Sunda. Dalam pandangan hidup ini, terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, gagasan, dan pikiran yang dalam mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik (Manshur, 2007).
Manusia Sunda sebagai individu dalam mewujudkan budaya damai tercermin dari tuntutan kepribadian yang tercermin dalam proses interaksi yang mengutamakan: pertama, berbuat baik dengan sesama manusia. Sikap-sikap ini tercermin dalam perilaku dan komunikasi verbal misalnya harus handap asor, saling sapa sebagai bentuk keakraban (sampurasun, rampes), dan dituntut untuk memiliki performa yang menyejukan (marahmay). Selain itu sebagai individu manusia Sunda juga harus memiliki sikap pemaaf yang dasarnya menjauhkan diri dari sikap berburuk sangka kepada orang lain. Implikasi dari sikap ini akan menjadikan manusia Sunda secara individu memiliki kerendahan hati yang akan menimbulkan kedamaian yang abadi sehingga teman semakin bertambah banyak.      
Orang Sunda, sebagai anggota masyarakat, memiliki pandangan hidup yang mendasarkan diri pada pemeliharaan harmoni keluarga, harmoni masyarakat, dan harmoni negara. Dalam memelihara harmoni keluarga, manusia Sunda senantiasa memelihara kehidupan yang rukun antara anak dan orang tua. Manusia Sunda berpandangan bahwa anak harus menghormati dan bertenggang rasa dengan orang tua (Sumamihardja, 1984). Selain itu, manusia Sunda menaruh perhatian besar terhadap sikap tolong-menolong dalam kesulitan; bermaaf-maafan bila melakukan kesalahan sekalipun terhadap keluarga yang berperilaku buruk, dan anggota keluarga harus menjaga diri agar tidak melakukan perbuatan tercela.
Dalam menjaga harmoni masyarakat, manusia Sunda menyadari bahwa dalam hidup bermasyarakat sewaktu-waktu mendapat kebahagiaan, sewaktu-waktu juga menemui kesusahan. Mereka meyakini ketidakabadian hidup di dunia. Oleh karena itu, manusia Sunda harus menjaga hubungan baik dengan masyarakatnya agar sampai akhir hayat pun hubungan itu tetap terjaga dengan baik.
            Dalam menjaga harmoni dengan negara, manusia Sunda menghormati  tanah kelahirannya yang telah menjadi tempat mencari kehidupan dan penghidupannya sampai akhir hayat. Oleh karena itu, manusia Sunda harus selalu ingat pada tempat kelahirannya (negaranya), dan diharapkan pulang kembali ke tempat kelahirannya untuk hidup bersama-sama dengan kaum kerabatnya membangun daerahnya (Warnaen dan Rusyana, 1987)    
Hubungan manusia Sunda dengan negara didasarkan pada pandangan bahwa raja adalah simbol negara yang memiliki kekuasaan yang tidak dimiliki oleh rakyat. Oleh karena itu,  rakyat harus mematuhi perintah-perintah raja. Akan tetapi, manusia bukan raja semesta. Manusia hanya satu dari kenyataan-kenyataan semesta (Sumardjo, 2004). Walaupun raja memiliki kekuasaan yang besar, ia tidak boleh melakukan ketidakadilan, kekerasan, kekejaman, dan kesewenang-wenangan terhadap rakyatnya. Raja harus melakukan upaya-upaya untuk memajukan dan meningkatkan tarap hidup rakyat; ia harus mampu menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran bagi rakyatnya (Manshur, 2007).
Kesimpulannya budaya hidup damai menurut pandangan hidup orang Sunda harus tercermin itu dari konsep diri manusia Sunda yang mencerminkan individu-individu yang memiliki jiwa damai, individu menjaga hubungannya dengan masyarakat, dan interaksi yang dialogis antara individu dengan penguasa di lingkungannya sehingga tercipta masyarakat yang damai ditandai keberdayaan masyarakat dengan ruang publik komunikasi yang seimbang. Semoga kita dapat merawatnya.

PERKEMBANGAN STUDI ISLAM

PERKEMBANGAN STUDI ISLAM

Perkembangan Studi Islam di Dunia Islam
1. Islam mendorong umatnya untuk memperdalam ilmu pengetahuan.
• Al-Qur’an menyatakan: “Allah meninggikan derajat orang yang berilmu…”
• Hadis menyebutkan: “menunutut ilmu adalah kewajiban.”
2. Masa Rasulullah:
• Transformasi ilmu dilakukan melalui tradisi lisan.
• Rasul telah meletakkan bibit pengembangan studi Islam terutama tafsir dan usul fiqh. Hadis adalah penafsiran rasul terhadap Al-Qur’an yang di dalamnya terdapat metode penetapan hukum.
• Kajian awal (fase Mekkah) difokuskan pada masalah-masalah eskatologis, sedangkan periode berikutya (fase Madinah) ditujukan pada penataan system social.
3. Masa Pasca Rasulullah wafat:
• Mulai muncul tradisi literer, dimulai dengan pengumpulan Al-Qur’an (masa Khulafaur rasyidin).
• Hadis juga mulai dikumpulkan dan ditulis dalam sebuah kitab (masa Dinasti Umayyah). Para Muhaddisin juga menyusun criteria ilmiah bagi penerimaan hadis dengan kategori sahih, hasan, dan da’if).
• Muncul pusat-pusat intelektual Islam, seperti Hijaz (Mekkah dan Medinah), Iraq (Kufah dan Basrah), dan Syria.
• Perkembangan studi Islam mencapai puncaknya pada masa Abbasiyah. Studi Islam yang dikembangkan meliputi ilmu normative Islam yang bersumber pada teks agama dan ilmu yang berbasis realitas empiric.

Bidang Keilmuan Yang Dikembangkan
1. Ilmu yang berbasis pada teks keagamaan (al-Qur’an dan Hadis), seperti:
• Tafsir dan ulumul Qur’an. Kitab Tafsir yang tertua ditulis oleh at-Tabari (w. 301 H) yang dikenal dengan sebutan Tafsir at-Tabari.
• Tata Bahasa Arab dengan tokoh utamanya: Abu al-Aswad ad-Duali (w.688 M). Al-Khalil Ibn Ahmad (w. 786 M) menyusun kamus bahasa Arab (Kitab Al’Ayn). Sibawaih (w. 793 M) menyusun buku teks sistematis tentang tata bahasa Arab yang dikenal dengan al-Kitab.
• Hadis dan Ulumul Hadis yang dipelopori oleh Syihabuddin az-Zuhri, dan dikembangkan oleh Bukhari dan kawan-kawan. Hasilnya adalah Kutub as-sittah yaitu: Kitab Sahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmizi, Sunan an-Nasai, dan Sunan Ibnu Majah.
• Sejarah Nabi seperti Sirah Nabawiyah yang ditulis oleh Ibnu Ishaq (w. 767 M) dan Ibnu Hisyam (w. 834 M). Ubaid Ibn Syaryah menulis kitab sejarah dengan judul Kitab al-Muluk wa Akhbar al-Madin pada masa daulah Umayyah.
• Fiqh dan Usul Fiqh yang dipelopori oleh para imam mazhab seperti Abu Hanifah, Malik Ibn Anas, Muhammad Idris Ibn Syafi’i, dan Ahmad Ibn Hanbal. Kitab mereka yang terkenal antara lain: Fiqh al-Akbar, al-Muwatta’, Al-Umm, dan Musnad Ahmad Ibn Hanbal.

2. Ilmu Yang Berbasis Rasionalitas dan Realitas Empirik
• Ilmu ini berkembang akibat adanya kontak dengan Yunani, Persia, dan India. Hal ini terjadi pada masa Daulah Abbasiyah dengan adanya penerjemahan karya-karya dari luar ke dalam bahasa Arab.
• Ilmu Astronomi dengan tokoh Ibrahim Al-Fazari (w. 796 M) merupakan hasil kontak dengan India.
• Ilmu Astrologi dengan tokoh Abu Ma’syar (w. 886 M).
• Matematika dengan tokoh Muhammad Ibn Musa al-Khawarizmi (w. 850 M).
• Kimia dengan tokoh Jabir Ibn Hayyan (w. 776 M).
• Kaligrafi, sebagai akibat sentuhan dengan budaya Persia.
• Zoologi, dengan tokohnya Abu Usman ‘Amr Ibn Bahr al-Jahiz (w. 868 M).
• Filsafat, dengan tokoh Al-Kindi (w. 873 M), al-Farabi (w. 950 M), dan Ibnu Sina (w. 1037). Ibnu Sina juga terkenal sebagai dokter. Dia menulis kitab at-Tibb, yang menjadi rujukan bagi ilmu kedokteran di dunia Barat.
• Sosiologi dengan tokoh Abdurrahman Ibn Khaldun (1332-1406 M) dengan bukunya Mukaddimah.

Pusat Pusat Kajian Keilmuan.
• Pada awalnya dilakukan di masjid dan diajarkan oleh para Qurra’ (ahli al-Qur’an).
• Sekolah Dasar disebut dengan Kuttab, yang menyatu dengan masjid. Materi pelajarannya adalah ilmu al-Qur’an.
• Al-Ma’mun mendirikan Observatorium untuk kepentingan ilmu astronomi.
• Bait al-Hikmah (didirkan tahun 1830 M oleh Al-Ma’mun), perpustakaan sekaligus pusat kajian ilmu pengetahuan.
• Akademi Nizhamiyah didirikan oleh Nizamul Muluk (dari Dinasti Saljuk) pada tahun 1065 M. Kajiannya masalah Teologi.
• Universitas Granada didirikan oleh Yusuf Abu al-Hajjaj (1333-1354) dari dinasti Nashriyyah. Kurikulumnya meliputi: teologi, hukum, kedokteran, kimia, filsafat, dan astronomi.
• Universitas al-Azhar, didirkan oleh khalifah Al-Aziz (975-996 ) dari dinasti Fatimiyah.

Handout MSI-3 : Islam Dan Berbagai Aspeknya (Pengantar Umum Memahami Islam)


Handout MSI-3 : Islam Dan Berbagai Aspeknya
(Pengantar Umum Memahami Islam)
Islam (Arab: al-islām, "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama ini termasuk agama samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim. Dengan lebih dari satu seperempat milyar orang pengikut di seluruh dunia [1][2], menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله, Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa Nabi Muhammad SAW adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus ke dunia oleh Allah.
Aspek kebahasaan
Kata Islam merupakan penyataan kata nama yang berasal dari akar triliteral s-l-m, dan didapat dari Kata kerja bahasa Arab Aslama, yaitu bermaksud "untuk menerima, menyerah atau tunduk." Dengan demikian, Islam berarti penerimaan dari dan penundukan kepada Tuhan, dan penganutnya harus menunjukkan ini dengan menyembah-Nya, menuruti perintah-Nya, dan menghindari politheisme. Perkataan ini memberikan beberapa maksud dari al-Qur’an. Dalam beberapa ayat, kualitas Islam sebagai kepercayaan ditegaskan: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam..."[7] Ayat lain menghubungkan Islām dan dīn (lazimnya diterjemahkan sebagai "agama"): "...Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu."[8] Namun masih ada yang lain yang menggambarkan Islam itu sebagai perbuatan kembali kepada Tuhan-lebih dari hanya penyataan pengesahan keimanan.[9]
Secara etimologis kata Islam diturunkan dari akar yang sama dengan kata salām yang berarti “damai”. Kata 'Muslim' (sebutan bagi pemeluk agama Islam) juga berhubungan dengan kata Islām, kata tersebut berarti “orang yang berserah diri kepada Allah" dalam bahasa Indonesia.
Kepercayaan
Kepercayaan dasar Islam dapat ditemukan pada dua kalimah shahādatān ("dua kalimat persaksian"), yaitu "Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah" — yang berarti "Tiada Tuhan selain Allah, Muhammad adalah utusan Allah". Adapun bila seseorang meyakini dan kemudian mengucapkan dua kalimat persaksian ini, berarti ia sudah dapat dianggap sebagai seorang Muslim atau mualaf (orang yang baru masuk Islam dari kepercayaan lamanya).
Kaum Muslim percaya bahwa Allah mewahyukan al-Qur'an kepada Nabi Muhammad SAW, Penutup segala Nabi Allah (khataman-nabiyyin), dan menganggap bahwa al-Qur'an dan Sunnah (kata dan amalan Nabi Muhammad SAW) sebagai sumber fundamental Islam.[10] Mereka tidak menganggap Muhammad SAW sebagai pengasas agama baru, melainkan sebagai pembaharu dari keimanan monoteistik dari Nabi Ibrahim a.s., Nabi Musa a.s., Nabi Isa a.s., dan nabi lainnya (untuk lebih lanjutnya, silakan baca artikel mengenai Para nabi dan rasul dalam Islam). Tradisi Islam menegaskan bahwa agama Yahudi dan Kristen telah membelokkan wahyu yang Tuhan berikan kepada nabi-nabi ini dengan mengubah teks atau memperkenalkan intepretasi palsu, ataupun kedua-duanya.[11]
Umat Islam juga meyakini al-Qur'an sebagai kitab suci dan pedoman hidup mereka yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantara Malaikat Jibril yang sempurna dan tidak ada keraguan di dalamnya (QS al-Baqarah:2). Allah juga telah berjanji akan menjaga keotentikan al-Qur'an hingga akhir zaman dalam suatu ayat.
Adapun sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an, umat Islam juga diwajibkan untuk mengimani kitab suci dan firman-Nya yang diturunkan sebelum al-Qur'an (Zabur, Taurat, Injil, dan suhuf atau lembaran Ibrahim) melalui nabi dan rasul terdahulu adalah benar adanya [12]. Umat Islam juga percaya bahwa selain al-Qur'an, seluruh firman Allah terdahulu telah mengalami perubahan oleh manusia. Mengacu pada kalimat di atas, maka umat Islam meyakini bahwa al-Qur'an adalah satu-satunya kitab Allah yang benar-benar asli dan sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.

Profil Muslim di Indonesia
Umat Islam juga percaya bahwa Islam adalah agama yang dianut oleh seluruh nabi dan rasul utusan Allah sejak masa Nabi Adam as, dengan demikian tentu saja Nabi Ibrahim as juga menganut Islam [13]. Pandangan ini meletakkan Islam bersama agama Yahudi dan Kristen dalam rumpun agama yang mempercayai Nabi Ibrahim as. Di dalam al-Qur'an, penganut Yahudi dan Kristen sering disebut sebagai Ahli Kitab atau Ahlul Kitab.
Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari dua mazhab terbesar, Sunni (85%) dan Syiah (15%). Perpecahan terjadi setelah abad ke-7 yang mengikut pada ketidaksetujuan atas kepemimpinan politik dan keagamaan dari komunitas Islam ketika itu. Islam adalah agama pradominan sepanjang Timur Tengah, juga di sebagian besar Afrika dan Asia. Komunitas besar juga ditemui di Cina, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia. Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat. Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab,[14] 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, negara Muslim terbesar berdasar populasi.[15]
Lima Rukun Islam
Islam memberikan banyak amalan keagamaan. Para penganut umumnya digalakkan untuk memegang Lima Rukun Islam, yaitu lima pilar yang menyatukan Muslim sebagai sebuah komunitas.[16] Tambahan dari Lima Rukun, hukum Islam (syariah) telah membangun tradisi perintah yang telah menyentuh pada hampir semua aspek kehidupan dan kemasyarakatan. Tradisi ini meliputi segalanya dari hal praktikal seperti kehalalan, perbankan, jihad dan zakat.[17]
Isi dari kelima Rukun Islam itu adalah:
1. Mengucap dua kalimah syahadat dan meyakini bahwa tidak ada yang berhak ditaati dan disembah dengan benar kecuali Allah saja dan meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW adalah hamba dan rasul Allah.
2. Mendirikan shalat lima kali sehari.
3. Membayar zakat.
4. Berpuasa pada bulan Ramadhan.
5. Menunaikan ibadah haji bagi mereka yang mampu.
Enam Rukun Iman
Muslim juga mempercayai Rukun Iman yang terdiri atas 6 perkara yaitu:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada malaikat Allah
3. Iman kepada kitab-kitab Allah (Al-Qur'an, Injil, Taurat, Zabur, lembaran Ibrahim)
4. Iman kepada nabi dan rasul Allah
5. Iman kepada hari kiamat
6. Iman kepada qada dan qadar
Doktrin Islam
Hampir semua Muslim tergolong dalam salah satu dari dua mazhab terbesar, Sunni (85%) dan Syiah (15%). Perpecahan terjadi setelah abad ke-7 yang mengikut pada ketidaksetujuan atas kepemimpinan politik dan keagamaan dari komunitas Islam ketika itu. Islam adalah agama pradominan sepanjang Timur Tengah, juga di sebahagian besar Afrika dan Asia. Komunitas besar juga ditemui di Cina, Semenanjung Balkan di Eropa Timur dan Rusia. Terdapat juga sebagian besar komunitas imigran Muslim di bagian lain dunia, seperti Eropa Barat. Sekitar 20% Muslim tinggal di negara-negara Arab,[18] 30% di subbenua India dan 15.6% di Indonesia, adalah negara Muslim terbesar berdasarkan populasinya.[19]
Negara dengan mayoritas pemeluk Islam Sunni adalah Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan sedangkan negara dengan mayoritas Islam Syi'ah adalah Iran dan Irak. Doktrin antara Sunni dan Syi'ah berbeda pada masalah imamah (kepemimpinan) dan peletakan Ahlul Bait (keluarga keturunan Rasulullah SAW). Namun secara umum, baik Sunni maupun Syi'ah percaya pada rukun Islam dan rukun iman walaupun dengan terminologi yang berbeda.
Allah
Konsep Islam teologikal fundamental ialah tauhid-kepercayaan bahwa hanya ada satu Tuhan. Istilah Arab untuk Tuhan ialah Allāh; kebanyakan ilmuwan percaya kata Allah didapat dari penyingkatan dari kata al- (si) dan ʾilāh (dewa, bentuk maskulin), bermaksud "Tuhan" (al-ilāh ), tetapi yang lain menjejakkan asal usulnya dari Arami Alāhā.[20] Kata Allah juga adalah kata yang digunakan oleh orang Kristen (Nasrani) dan Yahudi Arab sebagai terjemahan dari ho theos dari Perjanjian Baru dan Septuaginta. Yang pertama dari Lima Rukun Islam, tauhid dituangkan dalam syahadat (pengakuan), yaitu bersaksi:
Tiada Tuhan Melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah
Konsep tauhid ini dituangkan dengan jelas dan sederhana pada surat al-Ikhlas (surat ke 112) yang terjemahannya adalah:
1. Katakanlah: "Dia-lah Allah (Tuhan), Yang Maha Esa,
2. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu,
3. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan,
4. dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
Nama "Allah" tidak memiliki bentuk jamak dan tidak diasosiasikan dengan jenis kelamin tertentu. Dalam Islam sebagaimana disampaikan dalam al-Qur'an dikatakan:
"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan- pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat". (QS 42-11)
Allah adalah Nama Tuhan (ilah) dan satu-satunya Tuhan sebagaimana perkenalan-Nya kepada manusia melalui al-Quran :
"Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku". (QS. 20 : 14)
Pemakaian kata Allah secara linguistik mengindikasikan kesatuan. Umat Islam percaya bahwa Tuhan yang mereka sembah adalah sama dengan Tuhan umat Yahudi dan Nasrani, dalam hal ini adalah Tuhan Ibrahim. Namun, Islam menolak ajaran Kristen menyangkut paham Trinitas dimana hal ini dianggap Politheisme.
Mengutip al-Qur'an, surat An-Nisa(4) :171:
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agama dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya al-Masih, Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan kalimat-Nya) yang disampaikannya kepada Maryam dan (dengan tiupan ) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Dan janganlah kamu mengatakan :"Tuhan itu tiga", berhentilah dari ucapan itu. Itu lebih baik bagi kamu. Sesungguhnya Allah Tuhan yang Maha Esa. Maha suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah sebagai Pemelihara".
Dalam Islam, visualisasi atau penggambaran Tuhan tidak dapat dibenarkan, hal ini dilarang karena dapat berujung pada pemberhalaan dan justru penghinaan, karena Tuhan tidak serupa dengan apapun (Asy-Syuraa QS. 42 : 11). Sebagai gantinya, Islam menggambarkan Tuhan dalam 99 nama/gelar/julukan Tuhan (asma'ul husna) yang menggambarkan sifat ketuhanan-Nya sebagaimana terdapat pada al-Qur'an.
Al Qur'an
Al-Fatihah merupakan surah pertama dalam Al-Qur'an
Al-Qur'an adalah kitab suci ummat Islam yang diwahyukan Allah kepada Muhammad melalui perantaraan Malaikat Jibril. Secara harfiah Qur'an berarti bacaan. Namun walau terdengar merujuk ke sebuah buku/kitab, ummat Islam merujuk Al-Qur'an sendiri lebih pada kata-kata atau kalimat di dalamnya, bukan pada bentuk fisiknya sebagai hasil cetakan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Penurunannya sendiri terjadi secara bertahap antara tahun 610 hingga hingga wafatnya beliau 632 M. Walau Al-Qur'an lebih banyak ditransfer melalui hafalan, namun sebagai tambahan banyak pengikut Islam pada masa itu yang menuliskannya pada tulang, batu-batu dan dedaunan.
Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an yang ada saat ini persis sama dengan yang disampaikan kepada Muhammad SAW, kemudian disampaikan lagi kepada pengikutnya, yang kemudian menghapalkan dan menulis isi Al Qur'an tersebut. Secara umum para ulama menyepakati bahwa versi Al-Qur'an yang ada saat ini, pertama kali dikompilasi pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (khalifah Islam ke-3) yang berkisar antara 650 hingga 656 Masehi. Utsman bin Affan kemudian mengirimkan duplikat dari versi kompilasi ini ke seluruh penjuru kekuasaan Islam pada masa itu dan memerintahkan agar semua versi selain itu dimusnahkan untuk keseragaman.[21]
Al-Qur'an memiliki 114 surah , dan sejumlah 6.236 ayat (terdapat perbedaan tergantung cara menghitung).[22] Hampir semua Muslim menghafal setidaknya beberapa bagian dari keseluruhan Al-Qur'an, mereka yang menghafal keseluruhan Al-Qur'an dikenal sebagai hafiz (jamak:huffaz). Pencapaian ini bukanlah sesuatu yang jarang, dipercayai bahwa saat ini terdapat jutaan penghapal Al-Qur'an diseluruh dunia. Di Indonesia ada lomba Musabaqah Tilawatil Qur'an yaitu lomba membaca Al-Qur'an dengan tartil atau baik dan benar. Yang membacakan disebut Qari (pria) atau Qariah (wanita).
Muslim juga percaya bahwa Al-Qur'an hanya berbahasa Arab. Hasil terjemahan dari Al-Qur'an ke berbagai bahasa tidak merupakan Al-Qur'an itu sendiri. Oleh karena itu terjemahan hanya memiliki kedudukan sebagai komentar terhadap Al-Qur'an ataupun hasil usaha mencari makna Al-Qur'an, tetapi bukan Al-Qur'an itu sendiri.
Nabi Muhammad
Muhammad (570-632) dipercayai sebagai nabi terakhir dalam ajaran Islam dimana mengakui kenabiannya merupakan salah satu syarat untuk dapat disebut sebagai seorang muslim (lihat syahadat). Dalam Islam Muhammad tidak diposisikan sebagai seorang pembawa ajaran baru, melainkan merupakan penutup dari rangkaian nabi-nabi yang diturunkan sebelumnya.
Terlepas dari tingginya statusnya sebagai seorang Nabi, Muhammad dalam pandangan Islam adalah seorang manusia biasa. Namun setiap perkataan dan perilaku dalam kehidupannya dipercayai merupakan bentuk ideal dari seorang muslim. Oleh karena itu dalam Islam dikenal istilah hadits yakni kumpulan perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan Muhammad. Hadits adalah teks utama (sumber hukum) kedua Islam setelah Al Qur'an.
Sejarah
Masa sebelum kedatangan Islam
Jazirah Arab sebelum kedatangan agama Islam merupakan sebuah kawasan perlintasan perdagangan dalam Jalan Sutera yang menjadikan satu antara Indo Eropa dengan kawasan Asia di timur. Kebanyakan orang Arab merupakan penyembah berhala dan ada sebagian yang merupakan pengikut agama-agama Kristen dan Yahudi. Mekkah adalah tempat yang suci bagi bangsa Arab ketika itu, karena di sana terdapat berhala-berhala agama mereka, telaga Zamzam, dan yang terpenting adalah Ka'bah. Masyarakat ini disebut pula Jahiliyah atau dalam artian lain bodoh. Bodoh disini bukan dalam intelegensianya namun dalam pemikiran moral. Warga Quraisy terkenal dengan masyarakat yang suka berpuisi. Mereka menjadikan puisi sebagai salah satu hiburan disaat berkumpul di tempat-tempat ramai.





Masa awal


Negara-negara dengan populasi Muslim mencapai 10% (hijau dengan dominan sunni, merah dengan dominan syi'ah) (Sumber - CIA World Factbook, 2004).
Islam bermula pada tahun 611 ketika wahyu pertama diturunkan kepada rasul yang terakhir yaitu Muhammad bin Abdullah di Gua Hira', Arab Saudi.
Muhammad dilahirkan di Mekkah pada tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah (571 masehi). Ia dilahirkan ditengah-tengah suku Quraish, dalam kehidupan suku-suku padang pasir yang suka berperang. Muhammad dilahirkan dalam keadaan yatim, sebab ayahnya Abdullah wafat ketika ia masih berada di dalam kandungan. Pada saat usianya masih 6 tahun, ibunya Aminah meninggal dunia. Sepeninggalan ibunya, Muhammad dibesarkan oleh kakeknya Abdul Muthalibdan dilanjutkan oleh pamannya yaitu Abu Talib . Muhammad kemudian menikah dengan Siti Khadijah dan menjalani kehidupan secara sederhana.
Ketika Muhammad berusia 40 tahun, ia mulai mendapatkan wahyu yang disampaikan Malaikat Jibril, dan sesudahnya selama beberapa waktu mulai mengajarkan ajaran Islam secara tertutup kepada para sahabatnya. Ajaran Islam kemudian juga disampaikan secara terbuka kepada seluruh penduduk Mekkah, yang mana sebagian menerima dan sebagian lainnya menentangnya.
Pada tahun 622 masehi, Muhammad dan pengikutnya berpindah ke Madinah. Peristiwa ini disebut Hijrah, dan semenjak peristiwa itulah dasar permulaan perhitungan kalender Islam. Di Madinah, Muhammad dapat menyatukan orang-orang anshar (kaum muslimin dari Madinah) dan muhajirin (kaum muslimin dari Mekkah), sehingga semakin kuatlah umat Islam. Dalam setiap peperangan yang dilakukan melawan orang-orang kafir, umat Islam selalu mendapatkan kemenangan. Dalam fase awal ini, tak terhindarkan terjadinya perang antara Mekkah dan Madinah.
Keunggulan diplomasi nabi Muhammad SAW pada saat perjanjian Hudaibiyah, menyebabkan umat Islam memasuki fase yang sangat menentukan. Banyak penduduk Mekkah yang sebelumnya menjadi musuh kemudian berbalik memeluk Islam, sehingga ketika penaklukan kota Mekkah oleh umat Islam tidak terjadi pertumpahan darah. Ketika Muhammad wafat, hampir seluruh Jazirah Arab telah memeluk agama Islam.
Khalifah Rasyidin
Khalifah Rasyidin atau Khulafaur Rasyidin memilki arti pemimpin yang baik diawali dengan kepemimpinan Abu Bakar, dan dilanjutkan oleh kepemimpinan Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib. Pada masa ini umat Islam mencapai kestabilan politik dan ekonomi. Abu Bakar memperkuat dasar-dasar kenegaraan umat Islam dan mengatasi pemberontakan beberapa suku-suku Arab yang terjadi setelah meninggalnya Muhammad. Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abu Thalib berhasil memimpin balatentara dan kaum Muslimin pada umumnya untuk mendakwahkan Islam, terutama ke Syam, Mesir, dan Irak. Dengan takluknya negeri-negeri tersebut, banyak harta rampasan perang dan wilayah kekuasaan yang dapat diraih oleh umat Islam.
Masa kekhalifahan selanjutnya
Setelah periode Khalifah Rasyidin, kepemimpinan umat Islam berganti dari tangan ke tangan dengan pemimpinnya yang juga disebut "khalifah", atau terkadang "amirul mukminin", "sultan", dan sebagainya. Pada periode ini khalifah tidak lagi ditentukan berdasarkan orang yang terbaik di kalangan umat Islam, melainkan secara turun-temurun dalam satu dinasti (bahasa Arab: bani) sehingga banyak yang menyamakannya dengan kerajaan; misalnya kekhalifahan Bani Umayyah, Bani Abbasiyyah, hingga Bani Utsmaniyyah.
Besarnya kekuasaan kekhalifahan Islam telah menjadikannya salah satu kekuatan politik yang terkuat dan terbesar di dunia pada saat itu. Timbulnya tempat-tempat pembelajaran ilmu-ilmu agama, filsafat, sains, dan tata bahasa Arab di berbagai wilayah dunia Islam telah mewujudkan satu kontinuitas kebudayaan Islam yang agung. Banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan bermunculan dari berbagai negeri-negeri Islam, terutamanya pada zaman keemasan Islam sekitar abad ke-7 sampai abad ke-13 masehi.
Luasnya wilayah penyebaran agama Islam dan terpecahnya kekuasaan kekhalifahan yang sudah dimulai sejak abad ke-8, menyebabkan munculnya berbagai otoritas-otoritas kekuasaan terpisah yang berbentuk "kesultanan"; misalnya Kesultanan Safawi, Kesultanan Turki Seljuk, Kesultanan Mughal, Kesultanan Samudera Pasai dan Kesultanan Malaka, yang telah menjadi kesultanan-kesultanan yang memiliki kekuasaan yang kuat dan terkenal di dunia. Meskipun memiliki kekuasaan terpisah, kesultanan-kesultanan tersebut secara nominal masih menghormati dan menganggap diri mereka bagian dari kekhalifahan Islam.
Pada kurun ke-18 dan ke-19 masehi, banyak kawasan-kawasan Islam jatuh ke tangan penjajah Eropa. Kesultanan Utsmaniyyah (Kerajaan Ottoman) yang secara nominal dianggap sebagai kekhalifahan Islam terakhir, akhirnya tumbang selepas Perang Dunia I. Kerajaan ottoman pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhammad V. Karena dianggap kurang tegas oleh kaum pemuda Turki yang di pimpin oleh mustafa kemal pasha atau kemal attaturk, sistem kerajaan dirombak dan diganti menjadi republik.
Demografi
Saat ini diperkirakan terdapat antara 1.250 juta hingga 1,4 milyar umat Muslim yang tersebar di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut sekitar 18% hidup di negara-negara Arab, 20% di Afrika, 20% di Asia Tenggara, 30% di Asia Selatan yakni Pakistan, India dan Bangladesh. Populasi Muslim terbesar dalam satu negara dapat dijumpai di Indonesia. Populasi Muslim juga dapat ditemukan dalam jumlah yang signifikan di Tiongkok, Amerika Serikat, Eropa, Asia Tengah, dan Rusia.
Pertumbuhan Muslim sendiri diyakini mencapai 2,9% per tahun, sementara pertumbuhan penduduk dunia hanya mencapai 2,3%. Besaran ini menjadikan Islam sebagai agama dengan pertumbuhan pemeluk yang tergolong cepat di dunia. [1]. Beberapa pendapat menghubungkan pertumbuhan ini dengan tingginya angka kelahiran di banyak negara Islam (enam dari sepuluh negara di dunia dengan angka kelahiran tertinggi di dunia adalah negara dengan mayoritas Muslim [2]. Namun belum lama ini, sebuah studi demografi telah menyatakan bahwa angka kelahiran negara Muslim menurun hingga ke tingkat negara Barat. [3]
Tempat ibadah
Rumah ibadat umat Muslim disebut masjid atau mesjid. Ibadah yang biasa dilakukan di Masjid antara lain shalat berjama'ah, ceramah agama, perayaan hari besar, diskusi agama, belajar mengaji (membaca Al-Qur'an) dan lain sebagainya (Sumber, Wikipedia, Indonesia).

sumber:www.id.wikipedia

Handout-2-sumadi Agama (Religion), Religiusitas dan Dimensinya

Handout-2-sumadi
Agama (Religion), Religiusitas dan Dimensinya

Dalam studi keagamaan ada istilah religion dan religiusitas. Religion pada awalnya memiliki arti "agama" yang berkonotasi pada kata kerja yaitu sikap keberagamaan atau kesalehan hidup yang berdasarkan pada nilai-nilai agama . Perkembangan selanjutnya religion bergeser menjadi kata benda ia menjadi himpunan doktrin dan ajaran dan hukum-hukum yang telah baku yang dianggap sebagai kodifikasi perintah Tuhan untuk manusia. Sehingga Agama, Religi dan Din merupakan suatu istilah yang pada umumnya adalah suatu sistem credo (tata-keimanan atau tata-keyakinan) atas adanya sesuatu Yang Mutlak di luar manusia dan satu sistema ritus (tata-peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Yang Mutlak itu serta sistem norma (tata-kaidah) yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata-keimanan dan tata-peribadatan termaksud.
Agama yang berasal dari kata sansakerta terdiri dari kata A dan gama yang artinya A tidak dan Gama kacau, Agama berarti tidak kacau ini mengandung arti tatanan, aturan, kaidah agar tidak kacau. Religi yang berasal dari bahasa Inggris yang mengandung arti tata keyakinan atau peribadatan. Din yang jamaknya Adyan diartikan sama dengan millah sebagai tatanan ke illahian, dan bisa dimaknai dengan tatanan (keterkaitan) antara pencipta dengan yang diciptakan dan aturan penciptaan. Agama, Religi dan Din masing-masing mempunyai arti etimologis sendiri-sendiri, masing-masing mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri. Akan tetapi dalam arti teknis terminologis ketiga istilah itu mempunyai arti inti makna yang sama. Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut.
Secara etimologi "agama" berasal dari bahasa Sansekerta āgama yang berarti "tradisi".[1]. Sedangkan kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Beberapa pendapat yang menjelaskan pengertian agama di antaranya:
1. Dalam bahasa Sansekerta
1. Kata "agama" berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti "tradisi".
2. Dalam bahasa Sansekerta artinya tidak bergerak (Arthut Mac Donnell).
3. Agama itu kata bahasa Sansekerta (yaitu bahasa agama Brahma pertama yang berkitab Veda) ialah peraturan menurut konsep Veda (Dr. Muhammad Ghalib).
2. Dalam bahasa Latin
1. Agama itu hubungan antara manusia dengan manusia super (Servius)
2. Agama itu pengakuan dan pemuliaan kepada Tuhan (J. Kramers Jz)
3. Dalam bahasa Eropa
1. Agama itu sesuatu yang tidak dapat dicapai hanya dengan tenaga akal dan pendidikan saja (Mc. Muller dan Herbert Spencer).
2. Agama itu kepercayaan kepada adanya kekuasan mengatur yang bersifat luar biasa, yang pencipta dan pengendali dunia, serta yang telah memberikan kodrat ruhani kepada manusia yang berkelanjutan sampai sesudah manusia mati (A.S. Hornby, E.V Gatenby dan Wakefield)
4. Dalam bahasa Indonesia
1. Agama itu hubungan manusia Yang Maha Suci yang dinyatakan dalam bentuk suci pula dan sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu (Drs. Sidi Gazalba).
2. Agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1997)
5. Dalam bahasa Arab
1. Agama dalam bahasa arab ialah din, yang artinya :
 taat
 takut dan setia
 paksaan
 tekanan
 penghambaan
 perendahan diri
 pemerintahan
 kekuasaan
 siasat
 balasan
 adat
 pengalaman hidup
 perhitungan amal
 hujan yang tidak tetap turunnya
 dll
2. Sinonim kata din dalam bahasa arab ialah milah. Bedanya, milah lebih memberikan titik berat pada ketetapan, aturan, hukum, tata tertib, atau doktrin dari din itu.
Definisi tentang agama dipilih yang sederhana dan meliputi. Artinya definisi ini diharapkan tidak terlalu sempit atau terlalu longgar tetapi dapat dikenakan kepada agama-agama yang selama ini dikenal melalui penyebutan nama-nama agama itu. Untuk itu terhadap apa yang dikenal sebagai agama-agama itu perlu dicari titik persamaannya dan titik perbedaannya. Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan akan keterbatasannnya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri. Misal Tuhan, Dewa, God, Syang-ti, Kami-Sama dan lain-lain atau hanya menyebut sifat-Nya saja seperti Yang Maha Kuasa, Ingkang Murbeng Dumadi, De Weldadige dll. Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri , yaitu : menerima segala kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari Tuhan menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini berasal dari Tuhan. Dengan demikian diperoleh keterangan yang jelas, bahwa agama itu penghambaan manusia kepada Tuhannya. Dalam pengertian agama terdapat 3 unsur, ialah manusia, penghambaan dan Tuhan. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung ketiga unsur pokok pengertian tersebut dapat disebut agama.
Agama atau religion secara mendasar memiliki dimensi-dimensi tertentu yang menjadi dasar keberagaman yaitu (1) kepercayaan kepada hal-hal spiritual; (2) perangkat kepercayaan dan praktek spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri; (3) ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supernatural. Oleh karena itu bahwa keberagamaan diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan prilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural dan interaksi sosial. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Karena itu, religiusitas seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi. Termasuk bahwa religiusitas mencakup aspek rasionalitas yang tak dapat dipisah-pisahkan. Oleh karena itu religiusitas dipandang mencakup berbagai dimensi kehidupan , termasuk kegiatan sosial dan politik.
A. Agama di Indonesia
Enam agama besar yang paling banyak dianut di Indonesia, yaitu: agama Islam, Kristen Protestan dan Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Sebelumnya, pemerintah Indonesia pernah melarang pemeluk Konghucu melaksanakan agamanya secara terbuka. Namun, melalui Keppress No. 6/2000, Presiden Abdurrahman Wahid mencabut larangan tersebut. Tetapi sampai kini masih banyak penganut ajaran agama Konghucu yang mengalami diskriminasi dari pejabat-pejabat pemerintah. Ada juga penganut agama Yahudi, Saintologi, Raelianisme dan lain-lainnya, meskipun jumlahnya termasuk sedikit. Menurut Penetapan Presiden (Penpres) No.1/PNPS/1965 junto Undang-undang No.5/1969 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan Penodaan agama dalam penjelasannya pasal demi pasal dijelaskan bahwa Agama-agama yang dianut oleh sebagian besar penduduk Indonesia adalah: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Meskipun demikian bukan berarti agama-agama dan kepercayaan lain tidak boleh tumbuh dan berkembang di Indonesia. Bahkan pemerintah berkewajiban mendorong dan membantu perkembangan agama-agama tersebut. Sebenarnya tidak ada istilah agama yang diakui dan tidak diakui atau agama resmi dan tidak resmi di Indonesia, kesalahan persepsi ini terjadi karena adanya SK (Surat Keputusan) Menteri dalam negeri pada tahun 1974 tentang pengisian kolom agama pada KTP yang hanya menyatakan kelima agama tersebut. Tetapi SK (Surat Keputusan) tersebut telah dianulir pada masa Presiden Abdurrahman Wahid karena dianggap bertentangan dengan Pasal 29 Undang-undang Dasar 1945 tentang Kebebasan beragama dan Hak Asasi Manusia. Selain itu, pada masa pemerintahan Orde Baru juga dikenal Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang ditujukan kepada sebagian orang yang percaya akan keberadaan Tuhan, tetapi bukan pemeluk salah satu dari agama mayoritas.
B. Agama-Agama Di Dunia
Alluk Todolo
Baha'i
Buddha
Druze
Hindu
Islam
Jainisme
Kaharingan
Katolik
Kejawen
Konfusianisme
Kristen Ortodoks
Marapu
Mormonisme
Parmalim
Protestan
Raelianisme
Saintologi
Shinto
Sikh
Taoisme
Tollotang
Yahudi
Zoroastrianisme



Agama-Agama Utama Dunia
1. Kekristenan 2,1 miliar
2. Islam 1,3 miliar
3. Non-Adherent (Sekular/Ateis/Tidak Beragama/Agnosti/Tidak Ateis) 1,1 miliar
4. Hinduisme 900 juta
5. Agama keluarga Cina 394 juta
6. Buddhisme 376 juta
7. Paganisme 300 juta
8. Tradisi Afrika dan diasporik (tanah air) 100 juta
9. Sikhisme 23 juta
10. Juche 19 juta
11. Spiritisme 15 juta
12. Yudaisme14 juta
13. Iman Bahai 7 juta
14. Saksi-Saksi Yehuwa 6,5 juta
15. Jainisme 4,2 juta
16. Shinto 4 juta
17. Cao Dai 4 juta
18. Zoroastrianisme 2,6 juta
19. Tenrikyo 2 juta
20. Neo-Paganisme 1 juta
21. Unitarian Universalisme 800 ribu
22. Gerakan Rastafari 600 ribu


(http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, 10-10-2008)"
C. Agama dan Dien
Secara bahasa, din berarti tradisi, perilaku, perhitungan, kekuasaan, hukum, ketaatan, balasan, peraturan. Secara istilah umum, din dapat diartikan sebagai agama. Secara istilah khusus, din Islam dapat didefinisikan sebagai peraturan Allah yang membawa orang-orang berakal ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat, yang mencakup masalah aqidah dan amal. Ia adalah suatu sistem yang mencakup peraturan-peraturan yang menyeluruh, serta merupakan "undang-undang" yang lengkap dalam semua urusan hidup manusia untuk kita terima dan mengamalkannya secara total. Segala yang ada di alam semesta juga ber-agama, yaitu agama Allah, sesuai dengan ayat dalam Al-Quran:
Maka apakah mereka mencari ‘agama’ yang lain dari ‘agama’ Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah saja mereka dikembalikan (QS:3:83)
Mengacu kepada terjemahan yang kita lihat di atas, maka ‘diinillah’ diartikan sebagai ‘agama Allah’. Agama Allah diturunkan dari langit (agama samawi) melalui para utusan-Nya, seperti nabi Adam, nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Muhammad (shollallahu 'alaihi wa sallam), agama yang diturunkan adalah agama yang sama, hanya saja syariat-nya yang berbeda-beda.
Maka untuk mencari referensi apa itu ad diin kita lihat dari ayat-ayat lain mengenai ad diin:
24:2: Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah (diinullah), jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
12:76: Maka mulailah Yusuf (memeriksa) karung-karung mereka sebelum (memeriksa) karung saudaranya sendiri, kemudian dia mengeluarkan piala raja itu dari karung saudaranya. Demikianlah Kami atur untuk (mencapai maksud) Yusuf. Tiadalah patut Yusuf menghukum saudaranya menurut undang-undang raja (dinul malik), kecuali Allah menghendaki-Nya. Kami tinggikan derajat orang yang Kami kehendaki; dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi Yang Maha Mengetahui.
Apa yang diperjuangkan para Nabi dan Rasul sejak zaman Adam, Nuh, Ibrahim, Musa , Isa hingga Muhammad adalah penegakkan Dien yaitu Dien yang berlaku di alam semesta yang disebut dengan Islam, yaitu berserah diri kepada ketentuan Allah sebagai Rabb (Pencipta, Pemelihara, Penghancur).
Penegakkan Dien Allah dari masa ke masa
Karena yang diperjuangkan adalah sistem atau aturan yang tidak menghendaki pencampuran dengan aturan selain Din Allah, sehingga mayoritas para Rasul yang diutus selalu berlawanan dengan kekuasaan yang berlaku saat itu, mari kita lihat contohnya
Adam X Iblis
Nuh X Kanaan
Ibrahim X Nimrod
Musa X Firaun (Ramses II)
Isa X Herodes
Muhammad X Musyrik/Kafir/Munafik
Perjuangan Para Rasul Dilaksanakan Tanpa Menggunakan Kekerasan
Bertujuan mengubah paradigma masyarakat yang menggunakan hukum/isme selain dari Allah agar kembali menggunakan hukum/isme/aturan Allah. Ini dilaksanakan sebagaimana halnya Musa (alaihissalam) berdakwah di Mesir, perjuangan da'wah Isa/Yesus (alaihissalam) dan dua belas murid di Palestina serta da'wah Muhammad (shallallahu alaihi wa sallam) di Makkah.
Adapun peperangan terjadi ketika suatu negara yang dipimpin Rasul diserang oleh kekuatan yang berniat menghancurkan Din yang sudah diimplementasikan dalam bentuk kedaulatan / negara.
Agama dan Sejarah
Agama yang berkembang saat ini adalah produk sejarah yang berasal dari pertentangan politik (schism) diantara pengikut-pengikutnya sesuai dengan Al-Baqarah:213
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus.
Setelah terjadi perselisihan kemudian Allah mengirimkan para rasul (utusan) untuk memperbaiki keadaan perpecahan tersebut (untuk kembali kepada agama yang benar: agama Islam). Berbeda dengan rasul-rasul sebelumnya yang diutus untuk kaumnya masing-masing, maka rasullullah Muhammad adalah nabi terakhir yang diutus sebagai rahmat bagi seluruh alam, hingga akhir zaman. Agama Allah yang diturunkan kepada rasulullah telah sempurna, dan Allah telah menjamin kemurnian Al-Quran sampai kapan pun. Karena itu jika terjadi perselisihan, manusia harus kembali kepada Al-Quran dan petunjuk-petunjuk rasulullah.
Din dalam Alquran juga digunakan untuk menunjuk agama yang dianut orang kafir, sebagaimana dalam surat Al-Kaafiruun QS. 109 : 6 ("Untukmu agamamu (din kamu), dan untukkulah, agamaku (dinku)").
D. Hakikat Religiusitas
Religiusitas berkaitan dengan penghayatan dan kualitas sikap hidup seseorang berdasarkan niali-nilai keagamaan yang diyakininya. Menurut Gerald O’Collins, SJ dan Edward Ferrugia, SJ bahwa religiusitas meliputi sistem kepercayaan kepada Tuhan dan tanggapan manusia kepada-Nya, termasuk kitab-kitab yang suci, pelaksanaan ritual suci, dan praktek etis para penganutnya. Dalam Lexicon Universal Enyclopedia dijelaskan bahwa agama memiliki beberapa karakteristik yang menjadi dasar kehidupan dan prilaku keagamaan para pemeluknya. Karakteristik tersebut di antaranya: (1) the holy, yaitu bahwa “religius beliefe or experience is usually expressed in the term of the holy or sacred, yaitu kcpercayaan keagamaan atau pengalaman keagamaan yang diekspresikan dalam bentuk yang suci (2) response, response to the holy may take the form partisipation to the customs or religius community; respon terhadap sesuatu yang dianggap suci dengan ikut berpartisipasi pada komunitas yang religius (3) beliefs, religius tradition develop the generate system of beliefe to both practice and doctrine; tradisi religius yang membangun sebuah sistem kepercayaan baik yang berkaitan dengan praktek maupun doktrin; (4) ritual, bahwa aspek religiusitas terdapat di dalamnya praktek-praktek ritual, baik yang dilakukan secara individu maupun kelompok; (5) ethichal code, religiusitas berisi tentang etika-etika beragama dalam kehidupan sehari-hari; (6) social aspect, religiusitas memiliki aspek-aspek sosial.
Dalam fenomelogi agama religiusitas hanya diambil dari pengamatan terhadap kehidupan dan kebiasaan keagamaan manusia. Ia tampak dalam bentuk-bentuk sikap keagamaan seperti berdo’a, upacara korban, mitos-mitos, dan penyembahan terhadap hal-hal yang supranatural. Sedangkan dalam perspektif sosiologis, agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. Ia berkaitan dengan pengalaman manusia, baik sebagai individu maupun kelompok. Sehingga, setiap perilaku yang diperankannya akan terkait dengan sistem keyakinan dari ajaran agama yang dianutnya. Perilaku individu dan sosial digerakan oleh kekuatan dari dalam yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran agama yang menginternalisasi sebelumnya. Karena itu, Wach lebih jauh beranggapan bahwa keagamaan yang bersifat subjektif, dapat diobjektifkan dalam pelbagai macam ungkapan, dan ungkapan –ungkapan tersebut mempunyai struktur tertentu yang dapat dipahami.
Dalam bukunya, American Piety The Nature of Religious Commitment, C.Y Glock dan R. Stark menyebutkan lima dimensi beragama. Pertama, dimensi keyakinan. Dimensi ini berisikan pengharapan sambil berpegang teguh pada teologis tertentu. Kedua, dimensi praktik agama yang meliputi perilaku simbolik dari makna-makna keagamaan yang terkandung di dalamnya. Ketiga, dimensi pengalaman keagamaan yang merujuk pada seluruh keterlibatan subjektif dan individual dengan hal-hal yang suci dari suatu agama. Keempat, dimensi pengetahuan agama, artinya orang beragama karena memiliki pengetahuan tentang keyakinan, ritus, kitab suci, dan traidisi. Kelima, dimensi konsekuensi yang mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan, praktik, pengalaman, dan pengetahuan dari hari ke hari. Djamaludin Ancok menjelaskan secara rinci kelima aspek religiusitas tersebut adalah sebagai berikut :
1. Ritual Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama mereka. Seperti solat, puasa, membayar zakat, dan lain-lain, bagi yang beragama Islam. Atau pergi ke gereja dan kegiatan ritual lainnya bagi mereka yang beragama kristen.
2. Ideological Involvement, yaitu tingkatan sejauh mana orang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam agama mereka masing-masing. Misalnya apakah seseorang yang beragama percaya tentang adanya malaikat, hari kiamat, surga, neraka, dan lain-lain yang sifatnya dogmatik.
3. Intelektual Involvement, yaitu seberapa jauh seseorang mengetahui ajaran agamanya. Seberapa jauh aktifitas menambah pengetahuan agamanya. Apakah dia mengikuti pengajian, membaca buku-buku agama, bagi yang beragama Islam. Bagi yang beragama Kristen apakah dia mengahadiri Sekolah Minggu, apakah dia membaca buku-buku agama, dan lain-lain. Dan bagi agama lainnya apakah dia mengerjakan hal-hal serupa.
4. Experiental Involvement, yaitu dimensi yang menerangkan tentang pengalaman-pengalaman unik dan spektakuler yang merupakan keajaiban yang datang dari Tuhan. Misalnya apakah seseorang pernah merasa bahwa doanya pernah dikabulkan oleh Tuhan; apakah dia pernah merasa bahwa dirinya pernah ditolong Tuhan dari bahaya dan lain-lain.
5. Consequential Involvement, yaitu dimensi yang mengukur sejauh mana prilaku seseorang dimotifikasikan oleh ajaran agamanya. Apakah dia menerapkan ajaran-ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial. Apakah dia pergi menengok tetangganya yang sakit, apakah dia mendermakan sebagian hartanya untuk fakir miskin, menyumbangkan uangnnya untuk pendirian rumah fakir miskin dan lain-lain.
E. Agama Asli Nusantara
Agama Asli Nusantara adalah agama-agama tradisional yang telah ada sebelum agama Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Buddha, Konghucu masuk ke Indonesia. Mungkin banyak di kalangan masyarakat Indonesia sudah tidak lagi mengetahui bahwa sebelum agama-agama "resmi" (agama yang diakui); Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu dan Buddha, kemudian kini Konghucu, masuk ke Nusantara atau Indonesia, di setiap daerah telah ada agama-agama atau kepercayaan asli, seperti Sunda Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda di Kanekes, Lebak, Banten; Sunda Wiwitan aliran Madrais, juga dikenal sebagai agama Cigugur (dan ada beberapa penamaan lain) di Cigugur, Kuningan, Jawa Barat; agama Buhun di Jawa Barat; Kejawen di Jawa Tengah dan Jawa Timur; agama Parmalim, agama asli Batak; agama Kaharingan di Kalimantan; kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa, Sulawesi Utara; Tolottang di Sulawesi Selatan; Wetu Telu di Lombok; Naurus di Pulau Seram di Propinsi Maluku, dll. Didalam Negara Republik Indonesia, agama-agama asli Nusantara tersebut didegradasi sebagai ajaran animisme, penyembah berhala / batu atau hanya sebagai aliran kepercayaan.
Hingga kini, tak satu pun agama-agama dan kepercayaan asli Nusantara yang diakui di Republik Indonesia sebagai agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, Akta Kelahiran, pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil ,dsb. Seiring dengan berjalannya waktu dan zaman, Agama Asli Nusantara semakin punah dan menghilang, kalaupun ada yang menganutnya, biasanya berada didaerah pedalaman seperti contohnya pedalaman Sumatera dan pedalaman Irian Jaya.
Di Indonesia, aliran kepercayaan yang paling banyak penganutnya adalah Agama Buhun. Data yang terekam oleh peneliti Abdul Rozak, penulis Teologi Kebatinan Sunda, menunjukkan jumlah pemeluk agama ini 100 ribu orang. Jika angka ini benar, Agama Buhun jelas salah satu aliran kepercayaan terbesar di Indonesia, yaitu 25 persen dari seluruh penghayat aliran kepercayaan. Data Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata tahun 2003 mengungkapkan, dari 245 aliran kepercayaan yang terdaftar, sementara keseluruhan penghayat mencapai 400 ribu jiwa lebih.
Daftar Agama Asli Nusantara (kepercayaan)
• Sunda Wiwitan (Kanekes, Banten)
• Agama Djawa Sunda (Kuningan, Jawa Barat)
• Buhun (Jawa Barat)
• Kejawen (Jawa Tengah dan Jawa Timur)
• Parmalim (Sumatera Utara)
• Kaharingan (Kalimantan)
• Tonaas Walian (Minahasa, Sulawesi Utara)
• Tolottang (Sulawesi Selatan)
• Wetu Telu (Lombok)
• Naurus (pulau Seram, Maluku)
• Aliran Mulajadi Nabolon
• Marapu (Sumba)
• Purwoduksino
• Budi Luhur
• Pahkampetan
• Bolim
• Basora
• Samawi
• Sirnagalih
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Asli_Nusantara-23-8-09
Sunda Wiwitan merupakan sebutan untuk agama/kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di Kanekes, Lebak, Banten. Menurut penganutnya, Sunda Wiwitan merupakan kepercayaan yang dianut sejak lama oleh orang Sunda sebelum datangnya Islam.
Sunda Wiwitan adalah agama yang sudah sejak lama dipeluk oleh masyarakat Sunda, jauh sebelum penjajah kolonial datang ke Indonesia. Bahkan, meskipun sudah terjadi inkulturasi dan banyak orang Sunda yang memeluk agama-agama di luar Sunda Wiwitan, paham dan adat yang telah diajarkan oleh agama ini masih tetap dijadikan penuntun di dalam kehidupan orang-orang Sunda. “Secara budaya, mereka belum meninggalkan agama Sunda ini,” kata Rama Jati. Dalam perjalanan waktu, Sunda Wiwitan juga pernah mengalami masa-masa penuh tekanan dari berbagai pihak. Rama Jati sendiri pernah ditangkap dan dipenjara karena dituduh menyebarkan ajaran yang dianggap meresahkan masyarakat. Namun, pernyataan bahwa masyarakat Sunda masih belum meninggalkan agama ini memang bukan isapan jempol. Selain dari budaya penyampaian doa melalui gerak tarian seperti itu, bukti itu juga dapat dilihat dari perayaan pergantian tahun yang berdasarkan pada penanggalan Sunda, atau yang dikenal dengan nama Perayaan Seren Taun. Di berbagai tempat di Jawa Barat, Seren Taun selalu berlangsung meriah dan dihadiri oleh ribuan orang. Di Cigugur, Kuningan sendiri, satu daerah yang masih memegang teguh budaya Sunda, mereka yang ikut merayakan Seren Taun ini datang dari berbagai penjuru negeri.
Ajaran “Cara Ciri” Paham atau ajaran dari suatu agama senantiasa mengandung unsur-unsur yang tersurat dan yang tersirat. Unsur yang tersurat adalah apa yang secara jelas dinyatakan sebagai pola hidup yang harus dijalani, sedangkan yang tersirat adalah pemahaman yang komprehensif atas ajaran tersebut. Demikian pula yang berlaku di dalam agama Sunda Wiwitan. Menurut Rama Jati, ajaran Sunda Wiwitan pada dasarnya berangkat dari dua prinsip, yaitu Cara Ciri Manusia dan Cara Ciri Bangsa. Cara Ciri Manusia adalah unsur-unsur dasar yang ada di dalam kehidupan manusia. “Ada lima unsur yang termasuk di dalamnya, yaitu cinta kasih atau welas asih, undak usuk atau sebutan tatanan dalam kekeluargaan, tata krama, budi bahasa dan budaya, serta wiwaha yudha naradha,” kata Rama Jati. Untuk unsur yang kelima, wiwaha yudha naradha, maksudnya adalah sifat dasar manusia yang selalu memerangi segala sesuatu sebelum melakukannya. Kalau satu saja cara ciri manusia yang lain tidak sesuai dengan hal tersebut maka manusia pasti tidak akan melakukannya. Prinsip yang kedua adalah Cara Ciri Bangsa, yang terdiri dari rupa, adat, bahasa, aksara, dan budaya. Secara universal, semua manusia memang mempunyai kesamaan di dalam hal Cara Ciri Manusia. Namun, ada hal-hal tertentu yang membedakan antara manusia satu dengan yang lainnya. Dalam ajaran Sunda Wiwitan, perbedaan-perbedaan antarmanusia tersebut didasarkan pada Cara Ciri Bangsa ini. Kedua prinsip ini tidak secara pasti tersurat di dalam Kitab Sunda Wiwitan, yang bernama Siksa Kanda Resihan. “Namun secara mendasar, manusia sebenarnya justru menjalani hidupnya dari apa yang tersirat,” kata Rama Jati. Menurut Rama Jati, apa yang tersurat akan selalu dapat dibaca dan dihafalkan. Hal tersebut tidak memberi jaminan bahwa manusia akan menjalani hidupnya dari apa yang tersurat itu. Justru, apa yang tersiratlah yang bisa menjadi penuntun manusia di dalam kehidupan. Dalam penerapannya, Sunda Wiwitan juga tidak mengajarkan banyak tabu kepada para pemeluknya. Menurut Rama Jati, tabu yang diajarkan di dalam agama Sunda ini hanya ada dua. “Yang tidak disenangi dan membahayakan orang lain, itu tabu. Selain itu, yang bisa membahayakan diri sendiri dan menjadi kebiasaan, juga merupakan tabu,” kata Rama Jati. Sebagai contoh, papar Rama Jati, makan nasi saja bisa menjadi tabu di dalam Sunda Wiwitan ini. Dengan catatan, tentu saja, kalau makan nasinya terlalu banyak dapat membuat orang sakit perut.
Agama Djawa Sunda
Agama Djawa Sunda (sering disingkat menjadi ADS) adalah nama yang diberikan oleh pihak antropolog Belanda terhadap kepercayaan sejumlah masyarakat yang tersebar di daerah Kecamatan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat. Agama ini juga dikenal sebagai Cara Karuhun Urang (tradisi nenek moyang), agama Sunda Wiwitan, ajaran Madrais atau agama Cigugur. Abdul Rozak, seorang peneliti kepercayaan Sunda, menyebutkan bahwa agama ini adalah bagian dari agama Buhun, yaitu kepercayaan tradisional masyarakat Sunda yang tidak hanya terbatas pada masyarakat Cigugur di Kabupaten Kuningan, tetapi juga masyarakat Baduy di Kabupaten Lebak, para pemeluk "Agama Kuring" di daerah Kecamatan Ciparay, Kabupaten Bandung, dll. Jumlah pemeluknya di daerah Cigugur sekitar 3.000 orang. Bila para pemeluk di daerah-daerah lain ikut dihitung, maka jumlah pemeluk agama Buhun ini, menurut Abdul Rozak, mencapai 100.000 orang, sehingga agama Buhun termasuk salah satu kelompok yang terbesar di kalangan Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Agama Djawa Sunda atau agama Sunda Wiwitan ini dikembangkan oleh Pangeran Madrais dari Cigugur, Kuningan. Oleh pemerintah Belanda, Madrais belakangan ditangkap dan dibuang ke Ternate, dan baru kembali sekitar tahun 1920 untuk melanjutkan ajarannya.
Madrais — yang biasa juga dipanggil Kiai Madrais — adalah keturunan dari Kesultanan Gebang, sebuah kesultanan di wilayah Cirebon Timur. Ketika pemerintah Hindia Belanda menyerang kesultanan ini, Madrais diungsikan ke daerah Cigugur. Sang pangeran yang juga dikenal sebagai Pangeran Sadewa Alibasa, dibesarkan dalam tradisi Islam dan tumbuh sebagai seorang spiritualis. Ia mendirikan pesantren sebagai pusat pengajaran agama Islam, namun kemudian mengembangkan pemahaman yang digalinya dari tradisi pra-Islam masyarakat Sunda yang agraris. Ia mengajarkan pentingnya menghargai cara dan ciri kebangsaan sendiri, yaitu Jawa-Sunda.

Ajaran dan ritual dalam ADS
Madrais menetapkan tanggal 22 Rayagung menurut kalender Sunda sebagai hari raya Seren Taun yang diperingati secara besar-besaran. Upacara ini dipusatkan di Paseban Tri Panca Tunggal, rumah peninggalan Kiai Madrais yang didirikan pada 1860, dan yang kini dihuni oleh Pangeran Djatikusuma.
Dalam upacara ini, berbagai rombongan dari masyarakat datang membawa bermacam-macam hasil bumi. Padi-padian yang dibawa, kemudian ditumbuk beramai-ramai dalam lesung sambil bernyanyi (ngagondang). Upacara ini dirayakan sebagai ungkapan syukur untuk hasil bumi yang telah dikaruniakan oleh Tuhan kepada manusia. Upacara "Seren Taun" yang biasanya berlangsung hingga tiga hari dan diwarnai oleh berbagai kesenian daerah ini, pernah dilarang oleh pemerintah Orde Baru selama 17 tahun, namun kini upacara ini dihidupkan kembali. Salah satu upacara "Seren Taun" pernah dihadiri oleh Menteri Perindustrian, Andung A. Nitimiharja, mantan Presiden RI, Abdurahman Wahid, dan istri, serta sejumlah pejabat pemerintah lainnya.
Madrais juga mengajarkan penghormatan terhadap Dewi Sri (Sanghyang Sri) melalui upacara-upacara keagamaan penanaman padi. Ia memuliakan Maulid Nabi Muhammad, namun menolak Al Qur'an karena menurutnya Al Qur'an yang sekarang tidak sah. Al Qur'an sejati, katanya, akan diturunkan menjelang kiamat.
Selain itu, Agama Djawa Sunda atau ajaran Madrais ini tidak mewajibkan khitanan. Jenazah orang yang meninggal harus dikuburkan dalam sebuah peti mati.
Masa depan ADS
Di masa pemerintahan Orde Baru, para pemeluk agama ini mengalami kesulitan karena pemerintah hanya mengakui keberadaan lima agama, yaitu Islam, Kristen (Protestan), Katolik, Hindu dan Buddha. Pada akhir 1960-an, ketika pemerintah Orde Baru menolak mengakui keberadaan ajaran Madrais, banyak pengikutnya yang kemudian memilih untuk memeluk Islam atau Katolik.
Kiai Madrais wafat pada tahun 1939, dan kepemimpinannya dilanjutkan oleh anaknya, Pangeran Tedjabuana, dan kemudian oleh cucunya, Pangeran Djatikusuma yang 11 Juli 1981 mendirikan Paguyuban Adat Cara Karuhun Urang (PACKU).
Pangeran Djatikusuma telah mempersiapkan anak laki-laki satu-satunya, yaitu Gumirat Barna Alam, untuk meneruskan ajaran ini. Menurut ajaran Kiai Madrais, anak lelaki harus bersikap netral, dan dapat mengerti semua agama. Sementara anak-anak Djatikusuma lainnya, bebas memilih agama ataupun kepercayaan lain.
Kejawen
Penganut salah satu aliran kejawen tengah beribadah di Candi Ceto.
Kejawen (bahasa Jawa Kejawèn) adalah sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dikatakan agama yang terutama dianut di pulau Jawa oleh suku Jawa dan sukubangsa lainnya yang menetap di Jawa. Penamaan "kejawen" bersifat umum, biasanya karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa. Dalam konteks umum, kejawen merupakan bagian dari agama lokal Indonesia. Seorang ahli antropologi Amerika Serikat, Clifford Geertz pernah menulis tentang agama ini dalam bukunya yang ternama The Religion of Java. Olehnya Kejawen disebut "Agami Jawi".
Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian seperti agama monoteistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan "ibadah"). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep "keseimbangan". Dalam pandangan demikian, kejawen memiliki kemiripan dengan Konfusianisme atau Taoisme, namun tidak sama pada ajaran-ajarannya. Hampir tidak ada kegiatan perluasan ajaran (misi) namun pembinaan dilakukan secara rutin.
Simbol-simbol "laku" biasanya melibatkan benda-benda yang diambil dari tradisi yang dianggap asli Jawa, seperti keris, wayang, pembacaan mantera, penggunaan bunga-bunga tertentu yang memiliki arti simbolik, dan sebagainya. Akibatnya banyak orang (termasuk penghayat kejawen sendiri) yang dengan mudah mengasosiasikan kejawen dengan praktek klenik dan perdukunan.
Ajaran-ajaran kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.
Beberapa aliran kejawen
Terdapat ratusan aliran kejawen dengan penekanan ajaran yang berbeda-beda. Beberapa jelas-jelas sinkretik, yang lainnya bersifat reaktif terhadap ajaran agama tertentu. Namun biasanya ajaran yang banyak anggotanya lebih menekankan pada cara mencapai keseimbangan hidup dan tidak melarang anggotanya mempraktekkan ajaran agama (lain) tertentu. Beberapa aliran dengan anggota besar
• Sumarah
• Budi Dharma
• Paguyuban Ngesti Tunggal
• Sapta Dharma
Aliran yang bersifat reaktif misalnya aliran yang mengikuti ajaran Sabdopalon, atau penghayat ajaran Syekh Siti Jenar. Parmalim, adalah nama sebuah kepercayaan atau mungkin boleh dibilang agama yang terutama dianut di provinsi Sumatra Utara. Agama Parmalim adalah agama asli suku Batak. Pimpinan Parmalim saat ini adalah Raja Marnangkok Naipospos
Agama ini bisa dikatakan merupakan sebuah kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang tumbuh dan berkembang di Tanah Air Indonesia sejak Dahulu Kala. "Tuhan Debata Mulajadi Nabolon" adalah pencipta Manusia, Langit, Bumi dan segala isi alam semesta yang disembah oleh "Umat Ugamo Malim" ("Parmalim").
Kaharingan/Hindu Kaharingan adalah religi suku atau kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan. Istilah kaharingan artinya tumbuh atau hidup, seperti dalam istilah danum kaharingan belum (air kehidupan), maksudnya agama suku atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (Ranying), yang hidup dan tumbuh secara turun temurun dalam masyarakat Dayak di Kalimantan. Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh sebab itu kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu, mengingat adanya persamaan dalam penggunaan sarana kehidupan dalam melaksanakan ritual untuk korban (sesaji) yang dalam agama Hindu disebut Yadnya. Jadi mempunyai tujuan yang sama untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa, hanya berbeda kemasannya. Tuhan Yang Maha Esa dalam istilah agama Kaharingan disebut Ranying. Dewasa ini, suku Dayak sudah diperbolehkan mencantumkan agama Kaharingan dalam Kartu Tanda Penduduk, dengan demikian suku Dayak yang melakukan upacara perkawinan menurut adat Kaharingan, diakui pula pencatatan perkawinan tersebut oleh negara.
Tetapi di Malaysia Timur (Sarawak, Sabah), nampaknya kepercayaan ini tidak diakui sebagai bagian umat beragama Hindu, jadi dianggap sebagai masyarakat yang belum menganut suatu agama apapun. Organisasi alim ulama Hindu Kaharingan adalah Majelis Besar Agama Hindu Kaharingan (MBAHK) pusatnya di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.
Cara Beragama
Berdasarkan cara beragamanya :
1. Tradisional, yaitu cara beragama berdasar tradisi. Cara ini mengikuti cara beragamanya nenek moyang, leluhur atau orang-orang dari angkatan sebelumnya. Pada umumnya kuat dalam beragama, sulit menerima hal-hal keagamaan yang baru atau pembaharuan. Apalagi bertukar agama, bahkan tidak ada minat. Dengan demikian kurang dalam meningkatkan ilmu amal keagamaanya.
2. Formal, yaitu cara beragama berdasarkan formalitas yang berlaku di lingkungannya atau masyarakatnya. Cara ini biasanya mengikuti cara beragamanya orang yang berkedudukan tinggi atau punya pengaruh. Pada umumnya tidak kuat dalam beragama. Mudah mengubah cara beragamanya jika berpindah lingkungan atau masyarakat yang berbeda dengan cara beragamnya. Mudah bertukar agama jika memasuki lingkungan atau masyarakat yang lain agamanya. Mereka ada minat meningkatkan ilmu dan amal keagamaannya akan tetapi hanya mengenai hal-hal yang mudah dan nampak dalam lingkungan masyarakatnya.
3. Rasional, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan rasio sebisanya. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan pengetahuan, ilmu dan pengamalannya. Mereka bisa berasal dari orang yang beragama secara tradisional atau formal, bahkan orang tidak beragama sekalipun.
4. Metode Pendahulu, yaitu cara beragama berdasarkan penggunaan akal dan hati (perasaan) dibawah wahyu. Untuk itu mereka selalu berusaha memahami dan menghayati ajaran agamanya dengan ilmu, pengamalan dan penyebaran (dakwah). Mereka selalu mencari ilmu dulu kepada orang yang dianggap ahlinya dalam ilmu agama yang memegang teguh ajaran asli yang dibawa oleh utusan dari Sesembahannya semisal Nabi atau Rasul sebelum mereka mengamalkan, mendakwahkan dan bersabar (berpegang teguh) dengan itu semua.

PEGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM (MSI)

PEGANTAR METODOLOGI STUDI ISLAM (MSI)

A. Pendahuluan

Islam merupakan ajaran yang memberikan petunjuk hidup manusia sepanjang masa dan di mana pun. Fungsi ajaran Islam tersebut menempatkan Islam sebagai agama yang relevan bagi siapa pun, di mana pun berada dan kapan saja. Pertanyaan yang timbul adalah; bagaimana ajaran Islam bersumber pada wahyu al-Qur’an yang diturunkan 15 abad yang lalu tetap relevan dengan kehidupan manusia yang bersifat dinamis? Wahyu adalah ajaran Islam yang normatif yang bersifat mutlak dan abadi, sedang kehidupan manusia bersifat relatif dan terikat dengan waktu dan lokasi. Untuk dapat mendekatkan kehidupan manusia yang relatif kepada wahyu yang mutlak diperlukan penelitian dan pengkajian terhadap Islam. penelitian Islam tidak berarti mempertanyakan keberadaan wahyu sebagai sumber ajaran Islam, melainkan mengkaji pemahaman terhadap Islam dan fenomena yang terjadi dari agama Islam itu yang senantiasa berkembang.

Islam sebagai ajaran (wahyu) memang bersifat normatif yang memiliki kebenaran universal dan mutlak, namun ketika ajaran-ajaran Islam yang normatif tersebut berinteraksi dengan konteks zaman (sejarah) dan pemahaman manusia, maka Islam memuat aspek yang bersifat relatif dan temporal. Karena itu, terjadi perbedaan antara ajaran yang terkandung di dalam teks (nash) dengan pemahaman manusia terhadap nash maupun manifestasinya dalam konteks historis, atau antara das sein dan das sollen. Perbedaan ini dapat dilihat dalam berbagai bentuk, baik dari konteks zaman (waktu) maupun makan (tempat).

B. Batasan dan Objek Kajian

Pengertian Metodologi Studi Islam
• Apakah Metodologi Studi Islam itu?
• Metodologi : Ilmu metode, cara kerja, ilmu cara-cara dan langkah-langkah yang tepat untuk menganalisa (Islam)
Studi artinya pembelajaran atau pengkajian terhadap sesuatu.
Islam, apakah definisi Islam itu?

• Batasan Metodologi Studi Islam: Islam sebagai Agama dan Islam sebagai Ilmu
1. Hal-hal yang terkait dengan ajaran Islam
2. Hal-hal yang terkait dengan praktek masyarakat Islam
3. Hal-hal yange terkait dengan hasil pemikiran umat Islam
4. Hal-hal yang terkait dengan metode penelitian-penelitian ajaran Islam dan praktik masyarakat Islam

Objek Kajian
Metodologi Studi Islam dapat meliputi:
1. Norma-norma yang terdapat dalam sumber ajaran Islam. Hasil dari pengkajian terhadap norma ini menghasilkan pengetahuan agama. Materinya diajarkan di Madrasah Diniyah.
2. Pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktekkan dalam sejarah kehidupan manusia. Pengkajian terhadap hal ini menghasilkan studi Islam. Materinya diajarakan di MI sampai IAIN.
3. Pengetahuan yang dihasilkan oleh umat Islam dan dibangun atas arahan nilai-nilai Islam. Hasilnya disebut dengan sains Islam. Materinya diajarkan di universitas Islam

Islam Normatif dan Islam Historis
• NORMATIF pengkajiannya menghasilkan High Tradition atau Great Tradition yang mengutamakan keseragaman pemahaman. Ajaran ini disebut dengan ortodoksi. Ortodoksi adalah pemahaman terhadap ajaran Islam yang seharusnya (das solen).
• HISTORIS pengkajiannya menghasilkan Low Tradition atau Little Tradition
yang menampakkan keragaman dalam praktek keberagamaan. Ajaran ini disebut dengan ortopraksi, yaitu melihat aplikasi ajaran Islam dalam realitas hidup masyarakat (das sains).


C. METODE MEMAHAMI ISLAM

Menurut Ali Syari’ati:

1. Metode Komparasi: yaitu membandingkan agama Islam dengan agama lain, antara ajaran dalam al-Qur’an dengan ajaran di kitab suci lain, antara kepribadian Rasul dengan tokoh besar yang lain. Tujuannya untuk menemukan perbedaan yang menjadi cirri khas ajaran Islam.
2. Pendekatan aliran, yaitu sesuai dengan bidang masing-masing. Islam mengandung berbagai aspek, sehingga dapat dipahami dari berbagai perspektif.

Menurut Nasaruddin Razak:

1. Islam harus dipelajari dari sumebrnya yang asli, yaitu al-Qur’an dan Hadis.
2. Islam harus dipelajari secara integral, yaitu melihat Islam sebagai satu kesatuan yang bulat, tidak parsial.
3. Islam harus dipelajari dari kepustakaan yang ditulis oleh ulam-ulama besar islam.
4. Islam harus dipelajari dari ketentuan normative teologisnya baru kemudian dihubungkan dengan kenyataan histories empirisnya dia masyarakat.

Menurut Mukti Ali:

1. Metode Sintesis, yaitu mempelajari Islam dengan menggabungkan antara pemahaman Islam dengan pendekatan atau metode ilmiah.
2. Metode Tipologi, yaitu memahami Islam berdasarkan topic atau tema yang sejenis seperti aspek ketuhanan, kenabian, kitab suci, dan lain-lain.

D. Signifikansi Studi Islam
a. Islam sebagai agama yang secara historis telah membuktikan sebagai agama mendunia dan mampu menembus seluruh hati umat manusia. Sehingga Islam menjadi agama yang fungsional yaitu Islam dijadikan sebagai sumber pemecahan masalah bagi masyarakat dunia.
b. Matakuliah Metodologi Studi Islam ini dimaksudkan untuk mengantarkan para mahasiswa mampu memahami Islam bukan secara normatif semata, melainkan menelaah Islam aktual secara kritis, obyektif, dan sistematis. Kerangka berpikir tersebut pada gilirannya mengantarkan pada pemahaman Islam yang universal, yang inklusif, dan Islam yang rahmatan li al-‘alamin, sehingga mahasiswa memiliki aqidah yang kuat dan ibadah yang baik, dan sekaligus memiliki pemahaman Islam yangsebenarnya. Matakuliah ini memberikan wawasan kepada mahasiswa untuk melakukan kajian ilmu-ilmu keislaman dengan paradigma integratif-interkonektif dengan pendekatan triangle yang mencakup tiga entitas (hadlarah), yaitu: hadlarah al-nash, hadlarah al-ilm dan hadlarah al-falsafah.
c. Mengubah pemahaman dan penghayatan keislaman masyarakat muslim Indonesia secara khusus dan masyarakat agama pada umumnya. Yaitu bukan sekedar pemahaman formalisme lebih kepada substansi, dan pemahaman yang menimbulkan sikap eksklusif menuju sikap inklusif.
d. Mampu melahirkan komunitas yang mampu melakukan perbaikan baik intern umat Islam atau masyarakat pada umumnya.
e. Mampu melahirkan budaya tasamuh dalam realitas budaya dan pluralitas agama.

(Dari berbagai sumber di internet, buku dll)

Memutus Jejaring Korupsi

Memutus Jejaring Korupsi

Oleh : Sumadi

Penekun Masalah Kenegaraan dan Keagamaan, Dosen IAID Darussalam.

Sepertinya hampir pupus segala harapan kita akan perbaikan bangsa ke depan. Bayangkan di tengah-tengah puncak harapan untuk keluar dari penyakit paling berbahaya bagi nasib bangsa ke depan yaitu korupsi ternyata muncul raksasa-raksasa koruptor lahir dari pintu para pemegang amanah publik. Padahal spirit reformasi yang telah dimulai satu dasarwarsa yaitu tahun 1998 dengan runtuhnya rezim Orde Baru adalah memberantas korupsi. Pada awalnya lumayan ada semacam optimisme akan keberhasilan memberantas korupsi. Sederet pejabat eksekutif, legislatif, dan pejabat pemerintahan lainnya dari daerah sampai pusat berhasil diseret ke penjara. Dan dengan prestasi ini masyarakat sebetulnya mulai tumbuh kepercayaan pada pemerintah.

Tetapi sayang jaringan korupsi yang maha dasyat di negeri ini justru muncul dari pihak-pihak penegak hukum para pengadil sang koruptor. Bagaimana kasus suap yang telah menimpa jaksa Urip jaksa di kejaksaan Agung dari makelar kasus penyelewengan triliunan rupiah di BLBI Artalita Suryani yang juga disinyalir melibatkan banyak pejabat di lingkungan kejaksaan. Urip pun pernah berujar bahwa saya hanya sial saja tentu banyak lagi orang seperti dia. Kasus Anggodo yang begitu bebas berkomunikasi dengan para petinggi penegak hukum untuk negosiasi dan mengatur sebuah perkara korupsi.

Dan agak mengagetkan atau sebetulnya juga tidak, situasi saat ini yang menunjukan semakin buruk wajah keadilan dan para penegak hukum di negeri kita. Suap terhadap jaksa, polisi, hakim dan pengakuan seerta berbagai pernyataan seorang jenderal Susno Duadji mantan kabareskrim Polri bahwa disinyalir markus itu gentayangan di kepolisian republik Indonesia. Di sektor pajak yang sebenarnya pusat bagaimana rakyat berpartisipasi “mengumpulkan uang” dalam mempertahankan bangsa ini tetap survival malah jadi sarang korupsi. Sosok Gayus Tambunan tentu bukan aktor tunggal. Banyak aktor-aktor lain yang seprofesi dan bahkan bisa jadi lebih ganas dari apa yang dilakukan oleh Gayus yang hanya PNS golongan III A memiliki rekening tidak wajar 25 milyar.

Akar Jejaring Korupsi

Dengan kondisi seperti ini hal pantas untuk kita ucapkan adalah jejaring akut korupsi telah masuk akar kehidupan para pengelola bangsa dan negara di negeri kita. Pantas sebetulnya jika muncul geraksan sosial boikot bayar pajak. Gerakan tersebut harus dimaknai sebagai bentuk protes dan kritik masyarakat akan keserakahan para pemangku pejabat publik yang di mana-mana ada perkeliruan dan korupsi. Kuatnya akar jejaring korupsi dan makelar kasus dirajut oleh setidaknya beberapa aktor di semua lini yang sejatinya menjadi penjaga keadilan dan kebenaran, di antaranya:

Pertama, penegak hukum yang nakal. Penegak hukum meliputi kepolisian, kejaksaan, pengadilan. Para oknum yang nakal dalam ketiga lembaga ini memiliki peran yang strategis dalam jual beli dan transaksi perkara. Siapa yang kuat secara finansial, maka ia akan memenangkan perkara dan bebas dari kejahatan yang ia perbuat. Rata-rata kemenangan sebuah perkara yang jauh dari kebenaran norma sosial dan kepatutan hukum adalah jaringan dari para oknum yang nakal di ketiga lembaga ini. Baik itu kasus besar seperti kasus-kasus pajak, korupsi perbankan, ataupun kasus-kasus kecil di daerah adalah karena kekompakan dan jaringan kuat dari oknum-oknum nakal di ketiga lembaga ini.

Kedua, jejaring korupsi ada pada lawyer. Tentu tidak semua pengacara nakal, masih ada yang punya nurani, walaupun jumlahnya perlu dipertanyakan. Salah satu ciri pengacara yang masih punya nurani adalah ia akan membebaskan diri dari pembelaan terhadap kasus-kasus korupsi yang terang benderang, tetapi jika sebaliknya, maka hal tersebut patut dicurigai nakal. Bahkan sebenarnya awal mula terjadinya transaksi berbagai kasus berawal dari negosiasi-negosiasi yang dilakukan oleh para pengacara nakal yang berakibat terjadinya persebaran korupsi secara masif di berbagai institusi penegak hukum.

Ketiga, eksekutif, legislatif, dan pengusaha. Lahan yang sangat subur untuk korupsi sebetulnya ada di eksekutif. Karena lembaga ini merupakan pelaksana dari anggaran keuangan negara. Ketika para pejabat eksekutif tidak amanah, maka dengan mudah korupsi akan terjadi. Karena salah satu faktor yang kuat menjadikan seseorang atau pejabat untuk korupsi adalah karena ada kesempatan yang lebar (opportunity to corrupt), yang mendorong keinginan untuk korupsi (willingness to corrupt). Di lain pihak legislatif juga dapat menjadi jejaring korupsi, yaitu ketika pengesahan-pengesahan UU dan anggaran. Anggaran yang tidak sesuai dengan kebutuhan ril masyarakat adalah bentuk korupsi yang sistemik. Dan jejaring korupsi di eksekutif dan legislatif makin kuat karena dukungan kolutif dari para pengusaha nakal dan serakah dengan menggunakan uang rakyat.

Memutus Jejaring Korupsi

Dengan kuatnya akar korupsi dan jejaring yang merambah ke semua pihak, pantas kita mengatakan di sini korupsi, di sana korupsi, dan di mana-mana ada korupsi. Di sini markus, di sana markus, dan di mana-mana ada markus. Bagaimana caranya kita memutus jejaring tersebut? Secara konstitusi kita telah membuat berbagai aturan tentang pencegahan tindak pidana korupsi, berbagai komisi pengawasan, laporan kekayaan pejabat, dan lain-lain, tetapi berakhir nihil. Oleh karena itu saatnya kita melakukan revolusi budaya anti korupsi. Sebab menurut E.F. Shoemaker seorang ahli ekonomi pembangunan Jerman mengatakan bahwa akar berbagai krisis bangsa (korupsi), karena krisis spritualitas dan krisis nurani. Momentum terbukanya ketidakberesan korupsi di berbagai lini pemerintahan selain penegakan hukum setegas-tegasnya, juga dapat menjadi awal kita melakukan revolusi mentalitas untuk jujur dan memiliki rasa tanggung jawab atas apa yang dilakukan. Pakta integritas dan kampanye anti korupsi harus dilakukan oleh para pejabat, khususnya pejabat daerah sebagai langkah awal gerakan moral. Bupati Tasik, Wali Kota Tasik, Kabupaten Ciamis, Wali Kota Banjar dan DPRDnya (dan juga daerah lain) harus berani memulainya. Khusus untuk Tatar Priangan kita tunggu adakah keberanian melakukan gerakan ini?


dimuat di kabar priangan, April 2010